Nyeburin Marriage Ceremony in Accordance with Balinese Customary Law in Mas Traditional Village

Authors

  • I Gusti Agung Istri Agung Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar
  • Ni Ketut Kantriani Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar
  • Ni Made Ramiati Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar

DOI:

https://doi.org/10.37329/jpah.v8i2.2745

Keywords:

Ceremony, Marriage, Nyeburin, Customary Law

Abstract

The position of sons is critical in customary law societies in Bali. This is related to the belief in the community that if there is no son, there will be no one to carry out customary and religious obligations in a Hindu family. Facing this situation, Balinese customary law combined with Hindu law offers a solution by elevating the status of girls to purusa status, allowing them to have the same rights and responsibilities as boys. The purpose of this study is to describe the Nyeburin marriage ceremony according to Balinese customary law in Mas traditional village. This type of research is qualitative with a phenomenological approach. This research was conducted in Desa Adat Mas. This research uses qualitative data sourced from primary and secondary data. Determination of informants was determined by purposive sampling. The data collection techniques used were observation, interview, literature, and document study. This research used data analysis techniques: data reduction, data presentation, and conclusion drawing. The findings of this study are that Nyeburin marriage has a change in status; namely, the wife has purusa status (male status), so it has consequences for the procedures for implementing marriage, the position of the husband, and the offspring obtained. In Nyeburin marriage, the implementation is also carried out at the purusa residence, which, in this case, is the bride's house. Furthermore, the husband will follow or enter the wife's family environment and legally break away from the bonds of family origin.

References

Adnyani, N. K. S. (2016). Bentuk Matriartki Masyarakat Hindu Bali Ditinjau dari Perspektif Gender dalam Hukum. Pandecta, 11(1), 60.

Adnyani, N. K. S. (2017). Sistem Perkawinan Nyentana dalam Kajian Hukum Adat dan Pengaruhnya terhadap Akomodasi Kebijakan Berbasis Gender. Jurnal Ilmu Sosial Dan Humaniora, 6(2), 168-177.

Artatik, I. (2018). Tinjauan Hukum Adat Bali Terhadap Pelaksanaan Perkawinan Nyeburin. Klinik Management Aktuell, 23(10), 4–5.

Arthayasa, I. N. & Sujaelanto, S. (2000). Petunjuk Teknis Perkawinan Hindu. Surabaya: Paramita.

Astiti, C. I. P. (1998). Perkawinan Menurut Hukum Adat dan Agama Hindu di Bali. Denpasar: Fakultas Hukum Unud.

Astiti, T. P. I. (2001). Perkawinan Menurut Hukum Adat dan Agama Hindu di Bali. Denpasar: Fakultas Hukum dan Pengetahuan Masyarakat Universitas Udayana Denpasar.

Atmaja, J. (2008). Bias Gender Perkawinan Terlarang Pada Masyarakat Bali. Denpasar: Udayana University Press.

Azizah, F. N. (2022). Tinjauan Yuridis Pembagian Hak Waris Bagi Perempuan Di Bali (Doctoral dissertation, UPN Veteran Jawa Timur).

Budawati, N. N. (2016). Sejarah Hukum Kedudukan Perempuan Dalam Perkawinan Menurut Hukum Adat Bali (Kaitannya Dengan Perkawinan Nyentana Beda Wangsa). Jurnal Magister Hukum Udayana, 5(2), 301-320.

Cahyania, I. G. A. A. P., Nasri, R. F., Pravitasari, R. W., & Fausta, M. (2019). Hak Anak Laki-Laki yang Melangsungkan Perkawinan Nyentana. Kanun Jurnal Ilmu Hukum, 21(2), 295-312.

Erwinsyahbana, T. (2012). Sistem Hukum Perkawinan Pada Negara Hukum Berdasarkan Pancasila. Jurnal Ilmu Hukum, 3(1).

Gata, I. W., Subawa, P., & Marselinawati, P. S. (2024). Perkawinan Nyuang Luh Ring Dura Desa Di Desa Pakraman Sembiran Kecamatan Tejakula Kabupaten Buleleng: Kajian Sosio-Religius. Jurnal Penelitian Agama Hindu, 8(1), 118-129.

Gelgel, I. P., & Hadriani, N. L. G. (2020). Hukum Perkawinan dan Waris Hindu. Denpasar: UNHI Press.

Pratama, I. W. B. E., Nandita, N. N. D. R. P., & Ratnasari, N. N. I. (2021). Perkawinan Nyentana di Bali: Urgensi, Tata Cara, dan Prospeknya di Era Modern. Jurnal Hukum Lex Generalis, 2(6), 460-481.

Pudja, G. (1983). Manawa Dharmasastra. Jakarta: Departemen Agama.

Rato, D., & Hartanto, J. A. (2011). Hukum Perkawinan Dan Waris Adat: Sistem Kekerabatan, Bentuk Perkawinan Dan Pola Pewarisan Adat di Indonesia. Surabaya: Laksbang Yustisia.

Sudantra, I. K. (2007). Pelaksanaan Fungsi Hakim Perdamaian Desa dalam Kondisi Dualisme Pemerintahan Desa di Bali. Denpasar: Universitas Udayana Denpasar.

Sudirga, I. B. dan I. N. Y. S. (2014). Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti Kelas X SMA. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Sujana, I. P. W. M. (2017). Pelaksanaan Perkawinan Nyentana Dalam Rangka Mengajegkan Sistem Kekeluargaan Patrilineal di Bali. Widya Accarya, 7(1).

Sukrawati, N. M. (2020). Acara Agama Hindu. Surabaya: Paramita.

Waluyo, B. (2020). Sahnya Perkawinan Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Jurnal Media Komunikasi Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan, 2(1), 193-199.

Wasono, S. (2011). Kasta dan Pariwisata: Dua Persoalan di Balik Pesona Bali. LITERASI: Indonesian Journal of Humanities, 1(2), 198-207.

Wignyodipuro, S. (1990). Pengantar dan Asas-asas Hukum Adat. Jakarta: Penerbit Haji Masagung.

Winarno, H. (2012). Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Windia, W. (2019). Menata Perkawanan Sebelum Perkawinan. Swasta Nulus, “Bali Shanti” Pusat Pelayanan Konsultasi Adat dan Budaya Bali. Denpasar: LPPM Unud.

Downloads

Published

17-04-2024

How to Cite

Istri Agung, I. G. A., Kantriani, N. K. ., & Ramiati, N. M. (2024). Nyeburin Marriage Ceremony in Accordance with Balinese Customary Law in Mas Traditional Village. Jurnal Penelitian Agama Hindu, 8(2), 171–181. https://doi.org/10.37329/jpah.v8i2.2745

Issue

Section

Articles