Bentuk, Ideologi dan Makna Manenga Lewu Sebagai Upacara Kematian Pasca Penguburan Bagi Penganut Hindu Kaharingan Di Desa Tarantang Kabupaten Kapuas

Authors

  • Nali Eka Institut Agama Hindu Negeri Tampung Penyang Palangka Raya

DOI:

https://doi.org/10.37329/jpah.v8i1.2147

Keywords:

Manenga Lewu, Death Ceremony, Hindu Kaharingan

Abstract

Manenga Lewu is a death ceremony still performed by Hindu Kaharingan in Tarantang Village. However, during the onslaught of modernity and the culture of practical and fast-paced life, the Manenga Lewu ceremony threatens its existence, which could become increasingly rare and even abandoned. In addition, the Manenga Lewu ceremony is unique to the post-burial death ceremony, which Hindu Kaharingan generally carries out. This research aims to analyze and provide information about the form, ideology, and meaning of the Manenga Lewu ceremony, which can add insight for the Hindu community about the death ceremony in Tarantang Village, Kapuas Regency. This research uses a descriptive qualitative method that describes the uniqueness of the Manenga Lewu implementation process by looking at the form, ideology, and meaning as a guideline for analysis. The results showed that Manenga Lewu is the second stage of the death ceremony after burial, which is held for seven days or a maximum of three months. This ceremony is not only to provide a place for the spirit of the deceased but also to release the living family from Rutas in the form of bad luck and abstinence. Manenga Lewu is also a ceremony with religious, social, and artistic ideologies. The meaning of Manenga Lewu includes spiritual, cultural, and social aspects. This ceremony characterizes the Hindu community in Mantangai Sub-district, especially in Tarantang Village, which differs from the Hindu Kaharingan community in other areas of Kapuas Regency.

References

Abdilah S., U. (2002). Politik Identitas Etnis: Pergulatan Tanda Tanpa Identitas. Magelang: Indonesiatera.

Aufa, A. A. (2017). Memaknai Kematian dalam Upacara Kematian di Jawa. An-Nas : Jurnal Humaniora, 1(1), 1–11.

Brown, R. (1965). Social Psychology. New York: Free Press.

Eka, N. (2014). Kearipan Lokal Dalam Ritual Kematian Pada Masyarakat Hindu Etnis Dayak Siang di Kabupaten Murung Raya. Sekolah Tinggi Agama Hindu Negeri Tampung Penyang Palangka Raya.

Geertz, C. (2001). Agama Sebagai Sistem Kebudayaan Dalam Dekunstruksi Kebenaran; Kritik Tujuh Teori Agama (Daniel L.). Yogyakarta: IRCISoD.

Hadiwijono, H. (2006). Religi Suku Murba di Indonesia. Gunung Mulia.

Ismail, R. (2019). Ritual Kematian Dalam Agama Asli Toraja Aluk To Dolo (Studi Atas Upacara Kematian Rambu Solok). Jurnal Religi, 15(1), 87–106.

Kleden, I. (1995). Perkembangan Nilai Moral, Perkembangan Seni dan Nilai Sosial (7th ed.). Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.

Kobalen, A. S. (2010). Proses Kremasi & Esensi Perjalanan Atma Menuju Moksa. Surabaya : Paramita.

Koentjaraningrat. (1990). Konsep Masyarakat. Jakarta : PT. Gramedia.

Koentjaraningrat. (2009). Pengantar Ilmu Antropologi. Edisi Revisi. Rineka Cipta.

Mangunwijaya, Y. B. (1982). Sastra dan religiositas. Jakarta: Sinar Harapan.

Mariatie, M. (2019). Upacara Penguburan Pada Masyarakat Hindu Kaharingan Di Desa Tewang Tampang Kabupaten Katingan (Perspektif Hukum Hindu). Belom Bahadat, 7(1).

Mubin, N. (2016). Ritual Cukur Rambut Gimbal (Studi Makna Ritual bagi Pendidikan Moral Lingkungan dalam Komunitas Muslim Penghayat Kepercayaan Tunggul Sabdo Jati di Kawasan Dataran Tinggi Dieng. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Murtana, I. N. (2011). Affiliasi Ritus Agama dan Seni Ritual Hindu Membagun Kesatuan Kosmis. Mudra. Jurnal Seni Budaya, 26(1), 61–69.

Piliang, Y. A. (2006). Dunia yang Dilipat, Tamasya Melampau Batas-Batas Kebudayaan. Yogyakarta : Jalasutra.

Pranata, P. (2022). Nilai-Nilai Pendidikan Dalam Balian Tantulak Ambun Rutas Matei Bagi Masyarakat Hindu Kaharingan di Kota Palangkaraya Raya. Jurnal Penelitian Agama Hindu, 8–19.

Raka Asmariani, A. A., Sauarka, I. N., & Duija, I. N. (2019). Eskatologi Dalam Teks Geguritan Atma Prasangsa (Kajian Teks dan Konteks). Jurnal Penelitian Agama Hindu, 3(1), 23.

Ratna, N. K. (2005). Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Pustaka Pelajar.

Roynata, K. A., Krishna, I. B. ., & Anggraini, P. M. . (2022). Ajaran Eskatologi Hindu Dalam Geguritan Aji Palayon. Swara Vidya : Jurnal Prodi Teologi Hindu STAHN Mpu Kuturan Singaraja, 2(2), 1–13.

Sanawiah, S., & Abdalla, M. R. (2018). Hukum keikutsertaan Warga Dayak Ngaju Muslim dalam Pelaksanaan Upacara Tiwah (Perspektif Ulama Kota Palangka Raya). Jurnal Hadratul Madaniyah, 5(2), 1–12.

Scharer, H. (1963). The Sacred Dead. In Ngaju Religion: The Conception of God among a South Borneo People. Dordrecht: Springer Netherlands.

Sumartana, I. P., Redi, I. W., & Sena, I. G. M. W. (2018). Konsep Alam Kehidupan Setelah Mati dalam Teks Atma Prasangsa (Studi Kasus di Desa Munggu Kecamatan Mengwi Kabupaten Badung). Jurnal Penelitian Agama Hindu, 2(1), 311–320.

Susi, S. (2021). Eksistensi Penganut Hindu Kaharingan Dalam Menjaga Kerukunan Umat Beragama di Kota Palangka Raya. Satya Widya: Jurnal Studi Agama, 4(1), 25–42.

Teriasi, R. (1997). Makna Darah Dalam Upacara Pemulihan Adat. Sekolah Tinggi Agama Hindu Negeri Tampung Penyang Palangka Raya.

Tim Penyusun. (1996). Panaturan. Palangka Raya: Majelis Besar Agama Hindu Kaharingan Pusat.

Titib, I. M. (2001). Teologi dan Simbol-Simbol Dalam Agama Hindu. Surabaya: Paramita.

Downloads

Published

11-01-2024

How to Cite

Eka, N. (2024). Bentuk, Ideologi dan Makna Manenga Lewu Sebagai Upacara Kematian Pasca Penguburan Bagi Penganut Hindu Kaharingan Di Desa Tarantang Kabupaten Kapuas. Jurnal Penelitian Agama Hindu, 8(1), 130–144. https://doi.org/10.37329/jpah.v8i1.2147

Issue

Section

Articles