Patiwangi Dalam Upacara Perkawinan di Kota Denpasar

Authors

  • Ni Luh Gede Hadriani STAHN Mpu Kuturan Singaraja

DOI:

https://doi.org/10.37329/jpah.v6i1.1459

Keywords:

Patiwangi, Wedding Ceremoni

Abstract

Patiwangi in marriage ceremonies between clans has been banned by the government because it was not in accordance with human values. However, until now, patiwangi, there are still Hindu communities in Denpasar who carry out this activity. This study aims to examine the reasons for implementing patiwangi in among the clan smarriage ceremonies and their implications for the lives of the bride and groom and their families. This research includes qualitative research, data collection is done through observation, interviews and documentation. The research data were analyzed descriptively interpretively through three cycles, data reduction, data presentation, and drawing conclusions. The results showed that the patiwangi ceremony was still carried out among the clasn marriage ceremonies by the Hindu community in Denpasar City because they followed the tradition, hoping to create happiness, tranquility, and harmony in family relationships. Patiwangi in among the clans marriage has implications for the religious, socio-cultural, and psychological life of the bride and groom.

References

Arikunto. (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Pratek. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Artadi, I K. (1980). Hukum Adat Bali dengan Aneka Masalahnya. Denpasar: Pustaka Bali Post.

Bungin, B. (2003). Analisis Data Penelitian Kualitatif, pemahaman Filosofis dan Metodologis kearah Penguasaan Model Aplikasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Dwipayana, A. (2001). Kelas dan Kasta, Pergulatan Kelas Menengah Bali. Yogyakarta: Yayasan Adikarya Ikapi dan The Ford Foundation.

Gelgel, I P. (2013). Hukum Perkawinan Hindu. Denpasar: Pascasarjana Universitas Hindu Indonesia Bekerja sama dengan Widya Dharma.

Ihromi. (2000). Penghapusan Diskriminasi Wanita. Bandung: Alumni.

Kamanto, S. (2004). Pengantar Sosiologi. Jakarta: Fakultas Ekonomi UI.

Karmini, N. W. (2015). Perempuan Hindu dalam Pasungan Tradisi. Denpasar: Sari Kahyangan Indonesia.

Kerepun, M. K. (2007). Mengurai Benang Kusut Kasta Membedah Kiat Pengajegan Kasta di Bali. Denpasar: PT. Empat Warna Komunikasi.

Koentjaraningrat. (1970). Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan.

Lestari, I. A. M. dkk. (2013). Implikasi Perkawinan Beda Kasta dalam Persfektif Hukum, Sosial, Budaya dan Religius di Banjar Brhamana Bukut, Kec Bangli Kab. Bangli: Jurnal Undiksha

Mantra, I. B. (1996). Landasan Kebudayaan Bali. Denpasar: Yayasan Dharma Sastra.

Pudja. G. (1978). Manawa Dharmacastra (Manu Dharmasastra). Jakarta: Direktorat Jenderal Bimas Hindu.

Putra, M. (1983). Mejejahitan. Denpasar: Pemda Bali.

Rahardjo, S. (2007). Biarkan Hukum Mengalir (Catatan Kritis Tentang Pergulatan Manusia dan Hukum). Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

Ritzer, G. & Douglas J G. (2003). Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Prenada Media

Sadnyini, I. A. (2015). Disertasi, “Dinamika Sanksi Hukum Adat dalam Perkawinan antar Wangsa di Bali”. Universitas Udayana

Suarsi, S. (2004). Fungsi Kearifan Lokal dalam Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia. Denpasar: Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Denpasar.

Titib, I M. (2000). Teologi dan Simbol-Simbol dalam Agama Hindu. Surabaya: Paramita.

Triguna, I. B. G. Y. (1997). Mobilitas Kelas, Konflik dan Penafsiran Kembali Simbolisme Masyarakat Bali, Disertasi, Universitas Padjadjaran Bandung.

Wiana, K. & Raka Santri. (2005). Kasta dalam Hindu Kesalahpahaman Berabad-abad. Denpasar: Yayasan Dharma Naradha.

Yoga, S. (2015). Perkawinan Nyerod Kontestasi, Negoisasi, dan Komodifikasi di atas Mozaik Kebudayaan Bali. Jakarta: PT Saadah Pustaka Mandiri.

Downloads

Published

21-01-2022

How to Cite

Ni Luh Gede Hadriani. (2022). Patiwangi Dalam Upacara Perkawinan di Kota Denpasar. Jurnal Penelitian Agama Hindu, 6(1), 38–44. https://doi.org/10.37329/jpah.v6i1.1459

Issue

Section

Articles